Skip to main content

Saat Hanya Kita Berdua

Dan malam ini, sekali lagi... Kulihat engkau berperilaku sangat baik, Bang

Saat ayah dan adik-adikmu sudah terlelap, engkau menghampiri Bunda di dapur dan bertanya pelan,

Bunda, lagi apa?

Nyuci piring, Bang.

Gaza bantuin ya?

Jangan, nanti lengan piyamanya basah.

Tapi Gaza mau bantu. Apa yang boleh Gaza kerjain?

Hmm, gimana kalau ngelap dapur aja?

Okey!

Cekatan tangan mungilmu mengelap meja dapur dengan kanebo. Hingga beberapa menit kemudian,

Apa lagi yang bisa Gaza bantu?

Ambilkan gelas bekas kopi dan piring bekas camilan di meja ruang tamu.

Okey,
Jawabmu ringan, seringan langkah kakimu menuju meja. Bahkan tak hanya mengangkat gelas dan piring kotor, engkau pun mengelap meja kaca itu sampai kinclong.

Ada lagi?

Nggak usah, nanti capek.

Nggak capek, Gaza senang bantu Bunda. Hobi Gaza bantuin Bunda. Ngidupin mesin cuci, nyapu, pel, cuci piring atau ngelap2. Gaza bisa!

Baiklah, boleh nyapu.

Bunda bikinin susu, ya?

Lho nyapu mau tapi bikin susu minta tolong?

Karena bikinan Bunda mah enaak.

Baiklah.

Dan kita pun berjumpa lesehan di lantai dapur. Saat perabot kotor sudah bersih berjejer rapi di rak dan lantai sudah bersih. Sama-sama menyeruput susu hangat.

Makasih ya Bang, sudah bantu bunda.

Iya Bun, sama-sama.

Nak, untuk kesekian kalinya Bunda menjumpai sosok 'malaikat' dalam dirimu. Shalih, santun, cekatan dan memiliki empati yang besar. Sesuatu yang jarang bisa Bunda lihat sehari-hari, saat ada orang lain di sekitar kita. Maka patut lah kiranya jika pertanyaan ini terlontar dari mulut Bunda,

Bang, Bunda perhatikan Abang ini kalau hanya berdua dengan Bunda shaliih sekali. Rajin, sopan pula. Tapi jika ada orang lain, wah subhanallah deh kelakuannya... Apalagi terkait adik-adik, Nailah dan Bilal, Isengnya bukan main. Kalau nggak tangan, ya mulut. Ngoceh aja, sombong-sombongan, atau nyinyir...

Iya abis orang lain ngeselin!
Potongmu cepat.

Ngeselin gimana?

Nih ya, ayah contohnya. Kalau Bilal ngambil mainan Gaza, trus Gaza rebut, langsung marah, nyuruh berbagi. Padahal Gaza gak mau berbagi, Bilal kan suka rusakin mainan. Udah gitu, Bilal nya juga ngerasa dibelain, jadi suka ngeledek Gaza. Kan nyebelin! Gaza ledek balik aja.

Hmmm, kamu merasa seperti itu?

Iya, kalau sama Bunda kan nggak. Kalau Gaza gamau pinjemin ya gapapa. Bilal main yang lain aja.

Ah Bunda juga suka nyuruh kamu berbagi.

Iya kalo lagi sibuk atau sakit aja. Kalo nggak ya gapapa.

Lalu kalau sama Nailah, kenapa lebih iseng saat ada orang lain? Padahal kamu tahu bahwa Bunda tetap akan marah, mau banyak orang sekalipun.

Ya sengaja.

Kenapa, cari perhatian Bunda kah?

Bukan! Gaza sebel misalnya sama mamam atau papap, Gaza tuh diliatin mulu. Masa cuma mau sun Nailah aja ga boleh. Suruh turun dari kasur. Udah diusir duluan, masa?! Ah yaudah, sekalian aja Nailah nya Gaza isengin. Padahal tadinya cuma mau sun.

Ya gimana orang gak ketakutan, kamu ngesun dafi atas. Khawatir ketindih lah.

Hehe...

Lalu gimana ayah gak marah, kamu adiknya baru pegang aja mainan udah diteriakin. Emang Bilal maling?

Ya gak gitu sih. Coba kalau dia izin dulu, jadi gak main ambil gitu.

Oo jadi kamu maunya seperti itu ya?

Hooh...

Jika sikap ayah demikian, apakah pasti kamu nggak akan iseng lagi, Bang?

Gak bakalan!

Kalau mamam dan papap ga banyak melarang, kamu akan jaga jarak Dengan Nailah?

Iyaa...

Baiklah nanti bunda sampaikan. Terimakasih sudah jujur sama Bunda ya.

Iya bun, suuama suaaamaa, zzz... Zzz

Dan matamu pun terpejam. Lelah tampak di sana.

Wahai putera sulungku, betapa masih banyak yang harus kupelajari untuk mengenali dirimu. Mata ini harus lebih awas terhadap segala gerak-gerik mu. Hati ini harus lebih  jernih dalam mencari alasa di balik sikap-sikap negatif mu yang kau pertontonkan saat kita tak hanya berdua.

Maafkan Bunda, nak.
Izinkan ibumu ini selalu menjadi pembelajar yang tak kenal dengan kata menyerah. Aaminn.

Terimakasih sayang,
Bunda :-*

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru