Skip to main content

Rahasia Tengah Malam

Hufft... Akhirnya selesai juga!

Hai anak-anak Bunda tersayang, lagi pada ngapain? Entah kapan kalian baca postingannya ini. Kapanpun itu, mudah-mudahan kalian sedang dalam mood yang baik karena kali ini Bunda akan bercerita tentang hal yang ummh... Tak terlalu baik tampaknya untuk kalian, hahaha!

Malam ini Bunda gak bisa tidur. Menyiapkan banyak hal buat besok pagi biar gak jumpalitan. Maklum lah nenek (art) udah gak jelas rimbanya. Seminggu gak muncul. Giliran muncul, bentar doang ngasitau kalo dia sakit, trus janji dateng besoknya tapi ternyata nggak. Ah ya sudahlah, Bunda pun jadi tak berharap banyak padanya. Jika dia kembali, syukur. Gak kembali pun akur.

Life must go on, bukan begitu anak-anak?

Nah saat beberes, Bunda lalu menemukan beberapa lembar struk minimarket dan ATM yang sudah tak dibuang entah berapa lama. Setelah disobek-sobek kecil, serpihan kertas itu pun pindah ke tempat sampah. Habis itu Bunda nyapu. Pas lagi nyapu, Bunda nemu salep di kolong container box. Hyaelaah, masih ada toh? Kemarin kita beli lagi salep yang sama karena kirain abis. Dah, simpen deh di keranjang kosmetik.

Naah pas liat keranjang kosmetik, Bunda iseng tuh ngeliatin satu persatu segala rupa 'perlengkapan perang' di sana. Lalu nyengir saat mendapati ada beberapa dari benda yang ada di situ udah kadaluarsa seperti night cream, cleansing lotion sama apa lah. Hahaha, biasa lah ibu kalian ini, tak jarang tertarik pada skincare lalu membelinya dan bertekad untuk menjadi sosok cantik yang rutin mengaplikasikan segala rupa cream itu ke wajah. Namun kenyataan berkata lain. Segala rupa alat kecantikan itu lebih sering berakhir ke tong sampah karena kelamaan gak kepake keburu kadaluarsa. Sebelumnya juga ada cream2 yg ditaro di kulkas (entah untuk alasan apa), lipglos dan bedak yang pernah Bunda buang. Iyes dear, Bunda kalian memang gak bisa dandan. Belajar? No time. Dan nggak pengen pula. Jadi ya maafkan jika kalian agak minder saat Bunda berjejer dengan ibu-ibu teman kalian yang cantik bening berkilau, sementara Bunda kucel kaya lap dapur. I'm shining inside, because Inner beauty won't lie, trust me (menghibur diri hahaha)

Oke kelar keranjang kosmetik, Bunda geser ke atas lemari. Subhanallah anak-anak, meni banyak kotak bekas mainan yang kalian amankan di sana. Gatau gimana naronya itu, apakah manjat kasur atau minta tolong ayah. Dari mulai kotak bekas kartu Boboiboy sampai kotak robocar poly. Gusti nu agung, eta teh sarang debu semua, barudak! Sesuatu yang setiap kalian beli mainan, selalu ingin langsung Bunda buang, tapi selalu juga kalian tentang dengan alasan kotaknya bagus. Wew ah, timbang kotak karton aja meni repot.

Maka, tanpa sepengetahuan kalian yang sudah terlelap, Bunda pun mengambil semua kotak itu, injak sampai tipis, lalu pluuung masuk plastik hitam! Biar apa? Biar gak ketauan donk! Semoga truk sampah besok datang pagi-pagi. Sehingga kalian gak akan sempat melihat isi tong sampah depan rumah (dan menyebabkan kemungkinan histeris).

Ah tapi, Bunda koq yakin ya kalau kalian nggak akan ngeh juga kotak-kotak tersebut 'hilang' setidaknya jika tak melihat ke atas lemari lah, hahaha!

Maafkaan Bunda, anak-anak. Bunda harap kalian mengerti bahwa menumpuk sampah bukanlah hal baik, meski di dalamnya ada kenangan sekalipun.

Oke, dimaafkan kaan?

Baiklah, sampai di sini dulu cerita Bunda. Cerita akan suatu rahasia di antara kita. Termasuk rahasia skincare n kosmetik yang tak pernah dipakai. Jangan bilang-bilang ayah, ya... Meski Bunda rasa, ayah kalian sudah tau, bahwa ada kalanya keranjang kosmetik begitu penuh lalu langsung kosong pada suatu waktu. He knows me well, isterinya yang tak pandai berdandan.

Dah ya...

Wassalam,
Bunda


Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya