Skip to main content

Bentak Anak Boleh, Tapi ...

 


Di preview kelas #remagogi kemarin Ustadz Aad sempat mengemukakan tentang bolehnya memben-tak anak jika memang diperlukan.

"Jangan terlalu memikirkan jalinan otak yang putus jika anak diben-tak. Adakalanya sebagai orangtua kita lagi banyak yang diurus, anak bikin kesalahan yang cukup fatal, lalu secara spontan kita memben-tak, ya sudah. Itu reaksi alami. Biarkan anak juga menyadari konsekuensi kesalahannya. Anak belajar memahami emosu orangtuanya, yang manusiawi gak selalu datar, manis, baik. Kelak di luar sana dia akan menghadapi banyak orang dengan ragam karakter."

Dalam hati saya, wah bahaya ini kalau didengar atau ditonton sama orangtua yang memang terbiasa memben-tak atau mema-ki. Akan dijadikan pembenaran, "Tuh kata Psikolog juga boleh gitu."

Sementara itu kelas preview yang hanya 2 jam. Pembahasan panjangnya ya ada di kelas full yang diselenggarakan selama sebulan, 2x perpekan mulai akhir Mei sampai akhir Juni dengan fasilitas rekaman, materi PDF dan Sertifikat (info lengkap boleh daftar ke wa.me/628179279177).

Ok balik ke pernyataan tadi perkara ben-takan.

Ngacung siapa yang gak pernah ben-tak atau mema-ki anak? Oke luar biasa, salut saya, masya Allah ❤️

Yang pernah? Sama dong!

Ayo kita istighfar bareng-bareng di sepertiga malam nanti.

Gini ya, Bestie ...

Sebagai manusia, wajar banget kita marah. Kalo gak pernah marah sama sekali, mungkin perlu dicek, beneran manusia apa Ummanya Nussa? #eh

Yang gak wajar adalah, kalau marahnya itu sering. Emosi meledak-ledak gak terkendali. Gak pandang bulu, terutama sama orang yang posisinya lemah entah itu isteri, anak, karyawan dll.

Apalagi kalau udah marah hebat trus ngeles, "Itu kan gara-gara dia begini begitu, makanya aku marah."

Hati-hati punya penyakit hati, nggak mampu mengambil tanggungjawab pribadi atas kesalahan diri. Ini mungkin waktu kecilnya kalau jatuh nyalahin lantai.

Saya cuma mau ngingetin, silakan ben-tak atau ma-ki anak sepuasnya, tapi ingat ...

Pak/Bu, di luar sana ada banyaaak preda-tor anak, gem-bong narko-ba, pelaku disorientasi s3k-sual, muci-kari, bos pin-jol, ma-fia ju-di dan lainnya yang sangat jago memberi kasih sayang seolah tanpa batas untuk menarik perhatian anak-anak kita.

Mereka akan berperan sebagai sosok Ayah/Ibu/Sahabat super baik pada anak-anak kita. Tujuannya ya you know lah. 

Mau anak-anak lebih percaya dan dekat sama mereka? Naudzubillahimindzalik.

Be careful.


Salam hangat, 

Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?