Skip to main content

Cuma Butuh Satu Orang



"Bun, kenapa sih negara kita kaya sumber daya alam tapi masih banyak rakyatnya yang miskin?" tanya si nomor dua jelang tidurnya.

Halaah ... bahasan berat, Jenderal!

Tapi daripada dia nanya ke Google dan entah dapet jawaban apa tau, mending dijawab yakan?

"Karena banyak oknum di negara ini yang malas baca, malas gerak tapi ra kus. Maunya untung banyak dalam waktu cepat."

"Hah, kok gitu? Contohnya gimana?"

"Misalnya satu tanah kita berpotensi menghasilkan sumber daya alam senilai seratus trilyun. Eh tapi si oknum-oknum itu bingung, gimana cara nambang SDA itu. Males baca, males gerak tapi pengen untung cepet. Maka pas ada negara lain yang cerdas dan gak mager nawarin kerjasama. Disediain tenaga ahli, alat berat, kantor dan lain-lain, trus bagi dua hasilnya. Nah mereka setuju."

"Jadi cuma dapet lima puluh?"

"Oh belum selesai. Nanti udah keluar tuh SDA-nya. Kok kotor ya? Harus diolah dulu supaya bersih dan punya nilai jual. Ditawarin lagi sama si negara tadi, kita punya alat canggih buat ngolah dan (lagi-lagi) tenaga ahli yang berpengalaman dalam pengolahannya. Si oknum-oknum malas tadi akan ngangguk-ngangguk lagi, meskipun mereka nawarin bagi dua lagi."

"Tinggal dua lima buat negara?"

"Oh belum. Karena udah merasa berjasa bisa bikin SDA itu diangkut ke atas tanah dan dipermak sampai cakep, para oknum itu merasa berhak dapat bagian lima belas. Sisanya sepuluh untuk para karyawan yang mengolah di dalam negeri, dibagi dengan pajak."

"Haaah?"

"Jadi, terbayang kalau kalian malas dan ra kus? Tapi pengen untung cepet? Apa yang harusnya bisa kalian dapatkan dalam jumlah besar dan bermanfaat untuk sesama, hilang banyaak!"

"Tapi kalau cuma kita berdua emang ngaruh buat negara?"

"Jangan salah, cuma butuh satu orang daerah, alm. BJ Habibie, untuk bikin negara kita jadi yang pertama punya industri pesawat terbang nasional di Asia Tenggara, tahun 70-80an. Lalu di tahun 90an, terbang pertama kali tuh pesawat terbang N-250 buatan kita. Keren nggak?"

"Emang dia bikin sendiri?"

"Ya enggak lah, tapi dia penggeraknya, inisiatornya. Dia bentuk perusahaan, bentuk manajemen, rekrut karyawan, bikin perencanaan, siapkan bahan mentah, rancangan anggaran biaya. Lalu mulai proses pembuatannya. Ilmunya mantap, pengerjaannya terukur, dievaluasi berkala. Atas izin Allah, berhasil."

"Kaya Muhammad Al Fatih lagi, dong? Dia seorang bikin strategi, mimpin pasukan, trus taklukkan Konstantinopel."

"Betul! Andai Al Fatih atau Habibie dulu mikirnya, ah cuma satu orang, bakal ngaruh apa? Gak bakalan jadi. Iya nggak?"

Anak itu ngangguk-ngangguk.

Masya Allah Tabarakallah, jelang tidur ngobrol beginian. Semoga nempel di otaknya, merasuk ke jiwanya, membangkitkan semangatnya dan meningkatkan kecintaannya terhadap bangsa ini, lillah.

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?