Skip to main content

Jangan Takut Resesi, Ada Allah




Sejak beberapa bulan lalu, berita PHK di perusahaan-perusahaan raksasa menghiasi media. Meta, Twitter dan belakangan yang ramai adalah Google.

Banyak spekulasi terkait hal itu, mulai dari kehadiran AI sampai perkara resesi.

Saya nggak kompeten bahas ini. Cuma mau pesan sama teman-teman, jika saat ini masih memiliki pekerjaan/bisnis dan penghasilan yang mencukupi kebutuhan sehari-hari, maka bersyukurlah.

Jangan terlalu hemat dengan tujuan persiapan jika resesi sungguh-sungguh terjadi. Tetaplah jajan, belanja. Jikapun tidak terlalu membutuhkan barang/jasa tersebut, belilah lalu sedekahkan.

Dengan jalan begini, ekonomi khususnya di akar rumput, bisa terus berjalan. Masyarakat kecil bisa setidaknya terhindar dari kelaparan. Anak-anak mereka tidak sampai putus sekolah karena kesulitan bayar SPP.

Tidak sedang menyarankan untuk menjadi pribadi konsumtif. Toh apa-apa yang dibeli, tak semua harus jadi milik kita atau dihabiskan sendiri, tapi sedekah.

Bayangkan, jika ada kerabat yang kurang mampu menerima sepotong baju baru dari kita. Dia bahagia. Penjualnya pun bahagia, karena bisa mendapatkan margin yang bisa dipakainya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau bahkan jika pedagang besar, ia bisa bertahan untuk tidak mem-PHK karyawannya.

Jika itu makanan, membelinya dan membagikan ke orang-orang yang berjuang di jalanan mulai dari pengemudi angkot, ojek, pemulung dll ... akan menghilangkan lapar/dahaga mereka. Energi itu bisa dipakai untuk melanjutkan aktivitas produktif mereka. Sehingga jangan sampai mengemis atau melakukan tindak kriminal.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa kemiskinan dekat dengan kejah atan. Tapi jangan dibalik, bahwa orang miskin pasti ja hat. Lagi-lagi ini perkara iman.
Menambah pundi penghasilan dari kran lain, tentu baik adanya. Tapi perhatikan waktu dan tenaga. Juga ingat prioritas.

Yang jelas mau resesi atau enggak, tetap yakin kalau semua yang terjadi pasti atas izin Allah.

Maka yang terbaik adalah minta perlindungan, pertolongan dan kemurahan hati-Nya, agar bisa melewati semua ini dengan iman yang bertambah kokoh.

"Semakin tidak pasti kehidupan, semakin kuat pesan, Kita butuh Allah Sang Penentu segala." (Ustadz @farisbq)

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru